“Selamat pagi. Waduuh
..... anak Mama bangun telat lagi ya. Katanya semalam janji mau
bangun pagi-pagi. Mau bantuin Mama memasak.” Mama menyapa Ririn
sambil tangannya masih memegang sodet yang dipakai menggoreng.
Sejenak Mama mengalihkan pandangannya ke penggorengan, bersiap
mengangkat ikan asin yang sudah matang digoreng. Setelah itu Mama
mengambil tempe dan ......ssssrenggg. Suara penggorengan terdengar
nyaring lagi begitu tempe dimasukkan ke dalam minyak yang mendidih.
Beberapa saat kemudian Mama meletakkan sodet yang dipakai menggoreng
dan berjalan menghampiri Ririn.
“Tidurnya pulas, Ma.
Ririn gak dengar suara Mama kalau Mama sudah bangun.”
“Ya sudah. Ayo cepat
mandi, gosok gigi. Baju seragamnya sudah Mama siapkan di meja.”
“Baik, Ma. Nanti
sarapannya disuapin Mama, ya ?” pinta Ririn sambil setengah
merajuk.
“Ririiin..., anak Mama
yang cantiiikk. Ririn sudah besar. Sudah sekolah TK. Kemarin ibu guru
Tia bilang apa ? Anak yang baik itu harus belajar mandiri.
Bangun tidur sendiri, mandi sendiri, pakai baju sendiri. Sudah itu
makan juga harus bisa sendiri, nggak perlu disuapin lagi. Begitu kan
sayang ? “ Mama menasehati sambil tersenyum.
“Tapi Ririn tangannya
capek Ma. “ Ririn masih merajuk sambil tangan kirinya memijit-mijit
lengan kanannya yang diluruskan ke depan. Ririn ingin menunjukkan
kepada Mamanya kalau lengan kananya capek.
“Alasan apa lagi
niiihh. Anak Mama yang satu ini memang pinter. Kemarin bangun pagi
nggak cepat cepat bangun. Alasan kakinya pegal, jadi nggak mau jalan.
Maunya digendong. Begitu digendong nggak tahunya.... ngompol.
Hayoo....” Mama tersenyum sambil telunjuk tangan kanannya menunjuk
ke atas, digerakan ke kiri dan ke kanan, melarang Ririn beralasan
lagi.
“Ayo cepat mandi. Mama
mau selesaikan menggoreng tempe dulu. Ririn bisa kan mandi yang
bersih.... sendiri ?”Mama tersenyum sambil bersiap melepaskan baju
Ririn.
“Ya, Mama.” Ririn
menjawabnya dengan malu-malu.
Baru lima hari ini Ririn
duduk di sekolah TK. Jarak sekolahnya dari rumah memang tidak terlalu
jauh. Hanya sekitar 200 meter saja. Sehingga cukup berjalan kaki saja
Ririn berangkat ke sekolah. Biasanya Ririn berangkat sekolah bersama
teman-temannya yang tinggal satu kompleks di perumahan. Namun pagi
ini Ririn ingin sekali berangkat bersama ayah, naik sepeda motor.
“Mama, nanti Ririn
berangkat sekolah ikut ayah, ya. Ririn mau naik sepeda motor.”
“Nanti teman-teman
Ririn ke sini kan ?” Mama bertanya sambil kedua tangannya mengusap
tubuh Ririn dengan handuk, mengeringkannya setelah selesai mandi.
“Tapi Ma. Ririn sudah
bilang kok ke teman-teman. Hari ini Ririn mau ikut ayah berangkat
sekolahnya.” Ririn menjelaskan Mama sambil kedua tangannya mengusap
pipinya.
“Terus... teman-temanmu
nggak keberatan ? Kalau berangkat sekolahnya nggak bareng Ririn ? “
Mama bertanya kepada Ririn sambil mengernyitkan alis, menyelidik
ucapan Ririn.
“Nggak apa-apa kok Ma.
Ririn sudah bilang teman-teman. Lagi pula cuma.... satu hari
saja Ririn ikut ayah naik sepeda motor. “ Ririn menjelaskan Mama
dengan gembira sambil jari tangan kanannya mengepal dan telunjuknya
membentuk angka satu.
“Boleh kan, Ma ?”
tanya Ririn lagi.
“Boleehh...” jawab
Mama sambil tersenyum.
Mama tersenyum mendengar
semua ucapan dan penjelasan Ririn perihal keinginannya agar pagi ini
bisa ikut ayah naik sepeda motor untuk berangkat ke sekolah. Memang
Ririn senang sekali kalau naik sepeda motor. Sejak usia tiga tahun,
saat Ririn sudah mulai lancar berjalan dan sudah bisa berbicara, ayah
selalu menyempatkan diri mengajak Ririn berkeliling kompleks
perumahan naik sepeda motor di sore hari setelah pulang dari kerja.
Selesai berbaju seragam
dengan rapi, Ririn menyiapkan tas, topi dan sepatunya. Diletakkannya
sepatu di teras depan rumah. Setelah itu dipakainya tas punggung yang
dibawa untuk sekolah. Buku tulis, pensil, pensil warna dan buku
pelajaran mewarnai sudah disiapkan dan dimasukkan ke dalam tas oleh
Mama selesai Ririn belajar di malam hari sebelumnya. Setelah itu
Ririn duduk di kursi.
“Waahhh...anak Mama
sudah cantik, sudah rapi. Sarapan dulu ya sayang. Mama buatkan sayur
bayam, tempe dan tahu goreng. Susunya nanti dihabiskan, ya.”
Mama keluar dari dapur
dan menghampiri Ririn yang sedang duduk di kursi, sambil membawa
sepiring nasi dan segelas susu. Semangkok air untuk mencuci tangan
juga sudah disediakan Mama. Demikian juga kertas tissu untuk
membersihkan sisa makanan.
“Ririn nggak mau minum
susu Ma...” Ririn menjawab sambil merajuk.
Setelah meletakkan nasi
dan susu di meja, Mama duduk di samping Ririn.
“Sayaaang, ingat nggak
pesan ibu guru Tia ?” Mama bertanya. Ririn diam mendengarkan
sambil matanya melihat ke arah segelas susu yang diletakkan Mama di
atas meja.
“Anak yang baik harus
sarapan pagi sebelum berangkat ke sekolah. Makanan dan minuman yang
disediakan ketika sarapan pagi juga harus dihabiskan. Karena baik
untuk kesehatan kita sebelum mulai belajar ” kata Mama.
“Memangnya kalau nggak
makan dan minum susu sebelum berangkat ke sekolah kenapa,
Ma ?”Ririn bertanya penuh rasa ingin tahu.
“Begini. Pada waktu
kita tidur malam, makanan yang kita makan akan diolah semuanya
menjadi zat-zat yang diperlukan oleh tubuh. Kemarin malam Ririn makan
tidak ?” tanya Mama.
“Makan Ma. Makan nasi
sama telur dadar, sama krupuk, sama sayur wortel . Setelah itu
belajar. Setelah belajar terus bobo. “ Ririn menjawab pertanyaan
Mama.
“Nah, pada waktu kita
tidur malam, makanan yang ada di dalam perut akan diolah menjadi
zatyang berguna bagi tubuh. Seperti darah, oksigen, sel dan
lain-lain, yang berguna untuk pertumbuhan anggota tubuh kita,
sehingga tubuh kita menjadi berkembang. Contohnya, Ririn jadi tambah
tinggi, tambah besar, tambah pinter dan tambah cantik. Ketika kita
bangun pagi, makanan yang di dalam perut kan sudah diolah, jadi
perutnya kosong lagi. Jadinya, pada waktu bangun pagi perut jadi
lapar lagi.”
“Ooohhh, jadi kalau
lapar lagi harus makan lagi ya, Ma ? Biar cantiknya nggak hilang ya,
Ma ?” Ririn bertanya penuh rasa ingin tahu.
“Betul, sayang. Lagi
pula, kalau mau berangkat sekolah perutnya lapar, memang Ririn bisa
belajar ?” tanya Mama.
“Nggak Mama. Si Nina
waktu hari Rabu kemarin menangis Mama di sekolah. Perutnya sakit
belum sarapan. Terus sama ibu guru Tia dikasih roti. Tapi Ririn
juga minta roti sama ibu guru Tia . Rotinya enak deh...“ Ririn
menjawab untuk kemudian tersenyum malu.
Mama tersenyum medengar
jawaban Ririn.
“Makanya, tiap pagi
sebelum berangkat sekolah, Ririn harus sarapan dan minum susu. Biar
bangun tidur badan jadi sehat dan segar. Kalau belajar di sekolah pun
jadi bisa cepat mengerti, jadi pinter belajar berhitung dan membaca.”
Mama menjelaskan dengan panjang lebar.
“Ya deh. Ririn mau
sarapan dan minum susu biar pinter” Ririn menjawab nasehat Mama
dengan senyum penuh semangat.
“Oke deh cantiiik,
sekarang sarapan dulu ya. Setelah itu minum susu. Mama mau siapkan
sarapan pagi untuk ayah” kata Mama.
“Ya, Ma.”
Ririn mencuci tangannya
terlebih dahulu dengan air yang sudah disediakan Mama di dalam
mangkok plastik. Ririn mulai menyantap sarapan paginya dengan penuh
semangat. Sesendok demi sesendok nasi memenuhi mulutnya.
Setelah beberapa menit,
Ririn selesai sarapan. Setelah itu dihabiskannya segelas susu yang
sudah dibuatkan Mama. Diambilnya tissu yang ada di meja , tangan dan
mulutnya dibersihkan.
“Mama, Ririn sudah
selesai sarapan. Ayah sudah selesai belum, Mama ?” Ririn berjalan
cepat ke arah dapur.
“Piring dan gelasnya di
bawa ke dapur sini, mau dicuci Mama “pinta Mama.
“Ayah sudah selesai
sarapan, ya ?’ tanya Ririn.
“Sudah sayang. Yuk kita
siap-siap untuk berangkat “ kata ayah.
Setelah selesai membawa
piring dan gelas ke tempat cucian, Ririn bersiap untuk berangkat
sekolah. Dipakainya sepatu dan kaos kaki dengan baik. Sementara ayah
sudah siap menyalakan sepeda motornya.
“Mama, Ririn berangkat
sekolah dulu “Ririn menghampiri Mama, dan mencium tangan Mama
berpamitan.
“Hati-hati ya, belajar
yang pintar ” kata Mama.
“Assalamu’alaikum “
kata Ririn.
“Wa’alaikum salam “
jawab Mama.
“Ayah berangkat dulu
Ma. Assalamu’alaikum ” kata ayah.
“Wa’alaikum salam “
jawab Mama.
Ririn bergegas naik ke
sepeda motor ayah. Melambaikan tangan ke arah Mama.
“Daah....Mama. Kalau
adik Rio sudah bangun bilang Ririn sudah berangkat sekolah naik motor
sama ayah ya Ma ? “ kata Ririn.
“Yaaaa....” Mama
membalasnya dengan lambaian tangan pula.
Ayah kemudian naik ke
sepeda motor. Ririn duduk di depan ayah. Tak lama kemudian, keduanya
sudah meluncur meninggalkan rumah. Sementara Mama kembali masuk ke
dalam rumah, melanjutkan aktifitas kesehariannya bersama Rio,
anak keduanya yang baru berumur satu setengah tahun, yang masih
terlelap tidur.
Bogor, 11 November 2009
Komentar
Posting Komentar